Pendidikan

Pemulihan Rohani Memberikan Kontribusi Besar Kemajuan Pendidikan Anak


Pendidikan – Pendidikan – Pendidikan abad 21 menuntut sebuah pembelajaran yang muncul dari keaktifan belajar siswa (active learning). Dalam mencapai kemampuan tertinggi, siswa tidak lagi dicekoki dan bergantung sepenuhnya kepada guru, melainkan siswa harus bergerak aktif mengembangkan pengetahuan.

Selain keaktifan, pendidikan abad 21 yang sarat dengan kemajuan teknologi ini juga membutuhkan komitmen dan motivasi kuat yang terbentuk dalam diri pembelajar. Pemanfaatan teknologi yang ditekankan dalam pendidikan abad 21 akan menghadapkan anak pada realitas dunia digital yang terbuka.

Pengaruh yang baik dan pengaruh yang jahat semua berbaur jadi satu dalam dunia digital. Perbedaanya sangat tipis sekali, dan bahkan sulit sekali dibedakan apalagi oleh anak. Dengan hadirnya teknologi dan berkembangnya dunia digital, pendidikan mengalami kemajuan yang luar biasa. Ada banyak konten-konten pendidikan kreatif dan menarik yang dapat membantu anak dalam belajar.

Selain itu, dunia digital juga membuka peluang yang besar terhadap terbukanya pekerjaan-pekerjaan baru, yang dapat diambil oleh anak. Contoh pekerjaan-pekerjaan baru yang dapat dikerjakan oleh anak adalah menjadi konten kreator (youtuber, selegram, gamer dll). Melalui pekerjaan-pekerjaan baru ini banyak anak telah mengalami eksponensial secara penghasilan di usia yang masih sangat muda.

Disisi lain, dunia digital dapat mengakibatkan kencanduan gawai hingga mengakibatkan gangguan jiwa. Dilangsir di harianjogja.com, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) , menunjukkan prevalensi orang gangguan jiwa berat (skizofrenia/psikosis) meningkat dari 0,15% menjadi 0,18%.

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas juga meningkat dari 6,1% pada 2013 menjadi 9,8% pada 2018 lalu. Artinya sekitar 12 juta penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas menderita depresi, salah penyebabnya adalah kecanduan gawai.

Selain itu tingkat bunuh diri di kalangan remaja juga meningkat pesat. Pesan-pesan tentang tren bunuh diri yang tersirat dalam media yang berseliweran di dunia digital menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka bunuh diri anak. Pemanfaat gawai yang salah tentu akan sangat kontra produktif terhadap proses belajar pada anak.

Dunia digital sangat sulit dan bahkan tidak mungkin lagi diintervensi untuk memastikan semua konten atau media bersifat positif. Menghindarkan anak dengan gadget juga hal sangat sulit dilakukan ditengah otomatisasi yang terus terjadi di masyarakat.

Pandemi covid-19 dan ancaman penyakit di masa depan membuat pendidikan mau tidak mau harus mulai bersahabat dengan teknologi. Dalam hal inilah pendidikan Kristen sebenarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan abad 21.

Pendidikan Kristen bukan hanya sebagai acuan moral atau aturan saja, melainkan dilihat sebagai pemulihan atau pengobatan baik mental maupun karakter anak.  Kasih sejati yang dikarunia Allah dalam Kristus Yesus merupakan pertolongan untuk keluar dari kehancuran kerusakan dunia yang sedang menyeret anak melalui dunia digital.

Kehadiran, keterbukaan dan kesediaan Tuhan terhadap orang berdosa, orang lemah, atau bahkan orang gagal menjadi pintu masuk bagi pemulihan. Hadirnya Allah dalam realitas kehidupan anak menjadi hal yang sangat penting bagi pemulihan anak.

Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (Markus 2 : 17)

Encounter (perjumpaan pribadi) dengan Allah bagi orang Kristen tentu bukanlah yang utopis (hanyalan belaka). Tuhan Yesus sendiri bahkan mengajarkan kita untuk mendatangkan Kerajaan Surga di Bumi. Kehadiran, keterbukaan, kesediaan Tuhan terhadap orang berdosa inilah yang harus mulai dihadirkan dalam pendidikan Kristen.

Meskipun belum ada studi lebih dalam tentang Encounter dengan Tuhan, karena prosesnya sangat supranatural (re : diluar kemampuan manusia). Dalam perjalanan pengabdian pendidikan, saya melihat banyak anak mengalami perubahan belajar ketika mereka mengaku mengalami pemulihan secara rohani.

Dalam menjalankan pengabdian pendidikan di sekolah yang dirintis sendiri, saya menemukan murid-murid dengan permasalahan belajar yang serius. Mereka sudah lama tidak sekolah, bahkan mempunyai permasalahan-permasalahan yang membuat mereka dicap sebagai anak nakal.

Hampir setahun saya bergumul dengan mereka dalam pendidikan. Sebagai guru saya berupaya memberikan materi atau pengajaran, akan tetapi sering mendapat penolakan. Pengenal teknologi sebagai bentuk pembelajaran abad 21 justru dimanfaat mereka hanya untuk kesenangan semata.

Semua berubah ketika anak-anak ini mengalami Encounter dengan Tuhan disebuah acara retreat. Mereka mengaku mengalami pengalaman supranatural, yang membuat mereka mulai berkomitmen memulai hidup yang baru. Semenjak itu sikap dan pandangan mereka tentang belajar juga mengalami perubahan.

Muncul keaktifan, komitmen, dan motivasi belajar baru setelah mereka mengaku mengalami Encounter. Meskipun perlu dilihat dan dipelajari lebih dalam tentang proses Encounter yang merubah keaktifan, komitmen, dan motivasi belajar yang murid saya alami.

Akan tetapi catatan singkat pendidikan ini menunjukan bahwa Keaktifan, komitmen, dan motivasi belajar tentu tidak dapat hanya dilihat aspek kognitif saja. Ada aspek, fisik, psikologi, spiritual yang tentunya juga mempengaruhi terbentuknya keaktifan, komitmen, dan motivasi belajar anak.

Pendidikan abad 21 tidak dapat lagi dipisah antara hal bersifat rasional dan supranatural. Integrasi antara natural dan supranaturan harus terjadi dalam proses pendidikan Kristen. Dengan kata lain, dalam menghadapi pendidikan abad 21 bukan untuk mengubah lingkungan melainkan fokus merubah pribadi anak sehingga benar siap-siap memasuki perubahan jaman akibat eksponensial teknologi.

 

Penulis : Gilrandi ADP (Head Education Sekolah Nusantara Baru)

” Catatan Pendidikan Sekolah Nusantara Baru”

Comments

Related Articles

Back to top button