Pilih Jokowi atau Prabowo? Apa yang harus Dipertimbangankan Gereja?
BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Pemilihan Presiden yang menentukan nasib bangsa ini selama lima tahun kedepan, tinggal beberapa hari lagi. Keputusan untuk memilih pemimpin yang tepat untuk bangsa ini tentu menjadi tanggung jawab penting Gereja.
Golput seharusnya bukan pilihan yang diambil oleh Gereja, mengingat ada tantangan besar dibalik dinamika politik yang sedang terjadi saat ini. Selain itu demokrasi telah memberi ruang untuk dapat menentukan pilihan dengan merdeka, seharusnya tidak disia-siakan dengan golput.
Jika golpul bukan pilihan, apa yang dapat menjadi pertimbangan penting Gereja untuk memutuskan memilih Jokowi atau Prabowo ? Yang jelas bukan soal siapa yang paling banyak memberi uang atau bantuan Gereja.
Jika masih ada Gereja yang memilih karena amplop, Gereja tersebut dapat disebut sebagai Yudas model baru, yang menjual integritas demi sejumlah uang.
Petimbangan penting yang dapat dipakai Gereja untuk menentukan pilihan presiden adalah siapa saja kelompok pendukung di balik Jokowi atau Prabowo saat ini.
Nahdatul Ulama, kelompok Islam yang dikenal moderat dan dekat dengan umat Kristen memutuskan untuk mendukung Jokowi ketimbang Prabowo. (sumber).
Sedangkan kelompok Islam yang menentang dan menyeret Ahok ke penjara merapat ke Prabowo (sumber). Isu pendirian negara Islam yang mengancam NKRI disinyalir menjadi penyebab terpecahnya suara kelompok agama mayoritas di Indonesia.
Isu ini dapat menjadi pertimbangan Gereja untuk menentukan pilihan presiden. Kelompok-kelompok kepentingan pendukung tentu memiliki tujuan politik yang ingin diwujudkan setelah capres yang didukungnya memenangkan pemilu.
Mempertimbangkan siapa kelompok pendukung di balik capres menjadi penting diamati karena secara gagasan tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua pasangan.
Isu lain yang dapat digunakan Gereja untuk merenungkan pilihan presiden adalah capres mana yang paling aktif berkontribusi terhadap hoaks yang menyebar di masyarakat.
Hoaks (berita palsu) sengaja dibentuk untuk mempengaruhi masyarakat agar memilih atau membenci capres tertentu. Hoaks jelas kejahatan yang harus dilawan oleh Gereja.
Ada beberapa lembaga survei politik seperti Survei PolitikaWave, Alvara Research Center, dan SMRC yang melakukan pengamatan terhadap hoaks selama pilpres.
Dari sana kita akan dapat melihat siapa capres yang lebih banyak disasar oleh hoaks, dan kelompok mana yang paling banyak menyebar hoaks. Gereja tentu harus memilih pemilih yang bebas dari upaya pemanfaatan hoaks sebagai senjata politik.
Semoga Gereja dapat bijak memilih dan terhindar dari dosa politik yang pernah terjadi pada pilpres 2014 lalu. Beberapa Gereja termakan hoaks sehingga melakukan acara doa syukur kemenangan salah satu calaon presiden, meskipun hasil resmi menyatakan calon tersebut kalah.
Penulis : Gilrandi ADP