Melihat Cerita Tuhan sebagai Puzzle
BeritaMujizat.com – Renungan – Sindiran keras Pdt Stephen Tong terhadap Gereja Karismatik yang dianggapnya sesat, viral di media sosial beberapa waktu yang lalu. Lepas dari pro dan kontra yang muncul, polemik yang terjadi di tengah krisis covid ini jelas menjadi sebuah keprihatinan bagi Gereja.
Polemik semacam ini sudah terjadi sejak Gereja mula-mula. Roh agamawi membuat orang tidak dapat melihat cara kerja Tuhan yang dinamis dan kreatif. Perpecahan dan konflik Gereja selalu muncul ketika muncul gerakan aliran yang baru.
Dulu Kekristenan berkembang dan berawal dari agama Yahudi. Orang Yahudi menganggap orang-orang yang percaya Yesus sebagai mesias kemudian dianggap sesat. Selain itu mandat baru untuk mengabarkan keselamatan di luar orang Yahudi semakin dianggap sesat oleh agama Yahudi.
Gereja kemudian bergerak secara organik dan independen dari rumah ke rumah, kelompok-kelompok. Gereja kemudian memasuki musim yang baru ketika kaisar Konstantin menerima Gereja. Gereja yang awalnya ditolak bahkan dibunuh kini diterima dah bahkan dianggap sebagai agama negara.
Gereja kemudian menjadi sebuah organisasi yang besar dan sangat berpengaruh. Di masa ini Gereja mulai berusaha mambangun dan menyatukan teologi dari aliran-aliran Kristen. Setelah Gereja ada di zona nyaman, muncul gerakan reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther.
Disini terjadi lagi pemisahan Gereja dan lahirlah aliran Kristen protestan, yang memisahkan diri dari Katolik. Sejak saat itu selalu muncul aliran baru dalam Gereja hingga saat ini. Setiap kali muncul aliran baru terjadi konflik antar Gereja, seperti yang sedang dialami Gereja saat ini.
Kelompok yang lama seringkali melihat kelompok yang baru sebagai aliran sesat. Karena merasa ditolak dan ditentang, kelompok aliran baru yang muncul biasanya memisahkan diri dari kelompok yang lama.
Gereja-gereja aliran baru juga merasa Tuhan hanya bergerak secara progresif kepada kelompok-kelompok aliran baru dan meninggalkan kelompok lama yang dianggap sudah ada di zona nyaman. Banyak yang kemudian hanya berhenti pada analogi kirbat lama versus kirbat yang baru, sehingga budaya saling menghormati tidak terbangun.
Pola ini mengungkap bahwa mengapa membangun tubuh Kristus bukan perkara yang mudah bagi Gereja. Meskipun Gereja sering mengkotbahkan tema tentang tubuh Kristus, akan tetapi kenyataanya sulit menerima satu dengan yang lainnya.
Tuhan memang bergerak secara progresif, dan ada beberapa orang atau kelompok yang mendapatkan mandat baru. Akan tetapi Tuhan juga bergerak secara dinamis dan kreatif dengan kelompok konservatif.
Setiap pergerakan dan setiap kelompok sebenarnya memiliki bagian cerita masing-masing. Satu dengan yang lain memiliki perbedaan akan tetapi memiliki keterikatan karena semua cerita Gereja adalah puzzle Allah.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, manusia memang hanya dapat melihat atau mendapat sebagian cerita dari gambar Tuhan yang besar. Akan tetapi gambaran-gambaran kecil yang didapatkan oleh Gereja pada kelompok dan masanya masing-masing tidak pernah dibuang Tuhan.
Melalui potongan-potongan kecil tersebut Tuhan menerangkan gambar besar tentang pribadiNya. Sebagai puzzle, baik aliran lama maupun aliran baru sesungguhnya memiliki hubungan dan keterikatan satu dengan yang lain.
Gereja harus berinteraksi dan mulai membangun budaya saling menghormati satu dengan yang lain. Sebagai puzzle Gereja juga tidak perlu merasa takut untuk mengerjakan mandat baru yang mungkin berbeda. Interaksi antar Gereja sangat diperlukan untuk mencoba mencari titik temu dan melihat gambar besar Tuhan.
Bagian yang berbeda atau tidak sama bentuknya bukan berarti tidak berkaitan satu dengan yang lain. Sebuah puzzle juga tidak dapat dicampur dengan potongan gambar asal yang tidak sesuai. Disinilah letak mengapa Gereja perlu membangun teologi untuk menghadapi nabi-nabi, guru-guru, dan rasul-rasul palsu akhir jaman.
Injil sepenuh menjadi acuan untuk melihat potongan gambar manakah yang sesuai dan mana yang tidak. Dualisme Tuhan Yesus (100% Allah dan 100% manusia) dan Trinitas Allah menjadi acuan dasar untuk melihat mana yang merupakan bagian cerita.
Bapak-bapak harus mulai kembali membudayakan discerment bukan sekedar debat teologi atau bahkan saling sindir. Kata discernment berasal dari kata latin discernere yang berarti memisahkan dan membedakan dengan seksama. Proses discernment dapat diartikan sebagai proses melihat dan meneliti dengan seksama segala sesuatu.
Penulis : Gilrandi ADP