Ketaatan “Gajah-gajah” Kecil Indonesia Berkati ASEAN dan Bangsa-bangsa
BeritaMujizat.com – Berita Gereja – South East Asia (SEA) Nations Gathering telah berakhir, namun cerita ketaatan “gajah-gajah” kecil Indonesia masih terus berlanjut.
SEA Gathering sukses digelar di MG Setos Hotel Semarang baru-baru ini dengan mengusung tema “Father’s Table.
Berkonsep family gathering, SEA Gathering dihadiri lebih dari 700 orang yang berasal dari beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, NTT, Bali, dan masih banyak lagi.
Selain pulau dan suku di Indonesia, gathering ini juga dihadiri perwakilan negara-negara ASEAN bahkan bangsa-bangsa.
Untuk menghadiri gathering ini, banyak harga yang dibayar oleh tiap-tiap orang yang berjuang untuk bisa berkumpul bersama keluarga.
Dengan tak mengerti banyak hal, gajah-gajah kecil ini hanya bisa taat; membayar harga terbaik untuk Tuhan.
Baca juga: South East Asia Nations Gathering Bangkitkan Gajah – gajah Indonesia, Genapi Nubuatan
Perjuangan yang mahal dialami hampir semua peserta. Ada yang jualan, rongsokan, ngamen, meninggalkan keluarga, pekerjaan dan bisnis, bahkan menempuh perjalanan berhari-hari di kapal untuk bisa sampai di Semarang.
Sebut saja keluarga Jakarta, mereka jualan baju bekas, rongsokan, ngamen di warung-warung dan juga jalanan untuk bisa menanggung kebutuhan bersama di SEA Gathering.
Hingga gathering berakhir mereka malah berkelebihan.
Tak hanya itu, keluarga Maluku juga harus jualan jajanan lokal keliling untuk mendapatkan uang demi membeli tiket kapal.
Mereka menumpangi kapal selama empat hari untuk tiba di Surabaya dan melanjutkan perjalanan ke Semarang. Begitupun saat pulang.
Sementara keluarga Halmahera, Maluku Utara, yakni dua bocah kakak beradik yang masih SMP dan SMK, Ristin dan Enjelita juga turut berjuang untuk naik kapal menuju Surabaya. Namun mereka sempat diturunkan lantaran kapasitas kapal tidak memadai.
Mereka kehujanan di pelabuhan dan tidak tahu harus kemana. Lalu kemudian ada yang menaburi hidup mereka dengan membeli tiket pesawat untuk bisa ke Semarang.
Cerita yang lain muncul dari keluarga Surabaya, mereka harus menjual es keliling, bahkan menggunting plastik berhari-hari hingga larut malam demi bisa berangkat ke Semarang.
“No Sacrifice No Fire” tidak akan pernah berhenti didengungkan.
Untuk bisa memberkati keluarga yang tidak bisa berangkat karena tak punya uang, seorang pelajar SMA dari Kota Solo bernama Qesita rela menjual kalung pemberian neneknya.
Tak hanya peserta yang berjuang, panitia juga bekerja keras untuk menanggung tiket keluarga dari pulau-pulau bahkan bangsa-bangsa yang kekurangan biaya maupun yang tidak punya biaya sama sekali.
Cerita-cerita kecil di atas hanya sebagian kecil dari cerita-cerita ketaatan lainnya yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Masing-masing pribadi hanya bermodalkan ketaatan meresponi suara Tuhan untuk menggenapi cerita-Nya.
Semua untuk Indonesia yang baru, Asia tenggara yang baru, bangsa-bangsa yang baru, bahkan bumi yang baru untuk kemuliaan Nama Tuhan.
Tak ada pembicara hebat, tak ada pemain musik, pemimpin pujian, ataupun penari yang hebat dalam gathering tersebut, semuanya hanya orang-orang biasa yang taat, meresponi suara Tuhan, berkumpul bersama keluarga memuliakan namaNya dengan puji-pujian dan tari-tarian.
Mempersiapkan jalan yang terbaik untuk Tuhan datang bertahta di Indonesia, Asia Tenggara, bahkan bangsa-bangsa.