Kelebihan yang Merusak
Manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan (Kej. 1:26-27). Bisa dibayangkan betapa besar kapasitas manusia yang sebenarnya. Potensi daya kreasi, cipta, dan imaginasi yang tidak terbatas ada dalam setiap sel manusia.
Sebuah kelebihan yang luar biasa. Tidak dipunyai ciptaan yang lain. Ketika suatu kali semua manusia dibumi menyatukan kekuatan, dan kemampuannya, kekuatan gabungan itu mampu untuk menggetarkan surga. Sehingga akhirnya diputuskan usaha itu “dikacaukan”.
Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing (Kej. 11:6-7).
Usaha itu sudah dipatahkan dan gagal. Tetapi realitas dalam sejarah umat manusia usaha untuk menjadi yang terbaik, yang terbesar, yang termegah, yang terhebat, dan yang termulia selalu ada. Meskipun “apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana” tetapi usaha itu selalu ada. Manusia berusaha jadi Allah!
“Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!” (Yer. 17:5).
Ironisnya, seringkali manusia mengatasnamakan “Tuhan” untuk kepentingan diri sendiri. Sehingga frase “atas nama Tuhan” seringkali tidak menjamin apapun.
Bahkan frase itu yang telah menyalakan peperangan-peperangan besar antar manusia di muka bumi. Semua kelompok merasa bahwa Tuhan di pihak mereka masing-masing. Padahal sebenarnya semuanya datang dari manusia sendiri, bukan dari Tuhan.
Tendensi untuk mengandalkan kekuatan sendiri itulah yang menjadi bahaya terbesar yang selalu mengintai jalan kita mengikut Dia. Kita mudah tersesat karena mengandalkan kekuatan sendiri.
Mengandalkan Tuhan, apa artinya? Kata mengandalkan yang digunakan adalah batach arti sederhanaya adalah “apapun, walapun, meskipun” yang terjadi tidak pernah keluar dari kepercayaan bahwa ada Dia yang lebih besar. Bukan kekuatan, kekayaan, dan kepandaian.
Selalu berpusat kepadaNya. “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu” (Maz. 56:3). Kalimat Daud yang luar biasa ini memakai kata yang sama batach. Mengandalkan berarti percaya tanpa kondisi. Seperti carang, tidak bisa hidup tanpa pokokNya.
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yoh. 15:5)
Begitu mudahnya kita menggunakan kekuatan kita sendiri karena memang mampu melakukannya, dan lupa untuk tetap di dalam Dia. Sebab itu, bagi Paulus lebih baik dia lemah, karena kemudian nyata kekuatan Tuhan (II Kor. 12:9).
“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” (II Kor. 4:7).
Apakah kita sedang berjalan dengan kekuatan sendiri, atau dengan kekuatan Allah?
“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! (Yer. 17:7).
Terkutuk atau Diberkati ternyata sebuah pilihan! (yhs)
Daily Seeking God
– 10 Tahun Perenungan Mencari Tuhan –
Daily Seeking God adalah kumpulan tulisan Hanny Setiawan selama 10 tahun. Ditulis secara spontan ketika ada pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri. Dengan mengikuti “renungan harian” ini diharapan bisa mengerti pergumulan batin selama 2009-2019 penulis.