Tersesat di Jalan Lurus
Ada banyak agama dan kepercayaan di dunia ini. Masing-masing mengklaim dirinya benar. Dan memang seharusnya orang percaya. Kalau kita percaya sebuah kebenaran maka dengan sendirinya kita akan menolak kebenaran yang lain sebagai kebenaran.
Ketika kita percaya Yesus itu Tuhan maka dengan sendirinya kita akan mengatakan bahwa dewa, ilah atau kekuatan yang lain itu pasti bukan Tuhan. Lalu bagaimana kita bisa menentukan yang benar dari antara kebenaran? Karena begitu membingungkannya, maka lahirlah kebudayaan posmodernisme yang memilih untuk mengatakan berarti tidak ada kebenaran yang MUTLAK semua adalah RELATIF.
Sebuah solusi filsafat yang membuat semua golongan senang. Masing-masing bisa hidup dengan kebenarannya tanpa berusaha untuk mengusik orang lain, atau mencoba meyakinkan orang lain. Di Alkitab ada seorang yang seperti ini, namanya adalah Pontius Pilatus.
Kata Pilatus kepada-Nya: “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. (Yoh. 18:38).
Orang golongan ini mencuci tangan dan berusaha “bermain aman.” Tapi sebenarnya golongan ini termasuk yang memuluskan penyaliban Tuhan. Tidak ada daerah abu-abu. Kita ikut Tuhan atau ikut si jahat. Mari perhatikan perkataan Yesus sendiri mengenai hal ini:
“Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat. 10:32-33).
Yosua yang mempunyai arti nama yang sama dengan Yesus (Jeshua) yang artinya adalah penyelamat suatu kali mengatakan perkataan yang sangat herois. Yosua 24:15 menyatakan “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” Jelas disini kita harus MEMILIH. Ketika kita memutuskan untuk tidak memilih pun kita sudah memilih untuk tidak memilih. Artinya kita secara otomatis termasuk yang memilih untuk tidak percaya.
Seorang mengatakan “agama” adalah seperti telunjuk yang menunjuk ke bulan. Yang penting adalah bulannya bukan telunjukknya. Suatu pernyataan yang benar tapi tidak sepenuhnya benar. Karena petunjuk itu sangat penting untuk sampai kepada tujuan. Apabila kita memilih yang salah maka kita akan tersesat. Ironis sekali ketika kita mencari sang Khalik. Mencari Tuhan yang maha besar itu, tapi ternyata dalam pencarian itu kita tersesat. Bukankah kita tersesat di jalan yang lurus?.
Yang menjadi masalah adalah kekuatan si jahat untuk berbohong tidak pernah di perhitungkan. Dengan cara yang licin dia membuat skenario-skenario sehingga seorang yang tulus mencari pun bisa tersesat.
Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.(Yoh. 8:44).
Sebab itu dalam pencarian kita kepada “kebenaran mutlak” itu kita harus terus terfokus kepada jalan yang benar. Kepada petunjuk yang benar. Kita percaya tidak ada kebenaran diluar Kristus. Dialah Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan (Yoh. 14:6). Rom. 5:2 menyatakan “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Yesuslah pusat dari pencarian kita. Kita tidak akan mengerti misteri dari “Allah” tanpa melalui Dia.
“Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya…Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.” (Yoh. 1:18. 14:7)
Daily Seeking God
– 10 Tahun Perenungan Mencari Tuhan –
Daily Seeking God adalah kumpulan tulisan Hanny Setiawan selama 10 tahun. Ditulis secara spontan ketika ada pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri. Dengan mengikuti “renungan harian” ini diharapan bisa mengerti pergumulan batin selama 2009-2019 penulis.