Posisi Menentukan Otoritas, Memberikan Kuasa
BeritaMujizat.com – Editorial – Posisi dan peran Gereja Tuhan (ekklesia) di dunia sudah menjadi pembicaraan, telaah, sampai menjadi mata kuliah akademis di sekolah-sekoah teologi, ekklesiologi. Posisi Ekklesia yang seringkali diremehkan (tidak memiliki otoritas) dalam konteks gereja-gereja lokal sampai sinodal membuat kekristenan menjadi sempit sangat bersifat personal.
500 tahun lalu, tepatnya 31 Oktober 1517, Martin Luther merubah sejarah dengan memakukan dokumen bersejarah dipintu gereja Wittenberg melahirkan platform yang baru untuk Ekklesia yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan kelompok Protestan.
Dokumen yang berisi 95 tesis pemikiran Luther adalah sebuah saksi sejarah yang hidup bagaimana pergumulan pribadi SATU orang, di SEBUAH gereja lokal yang notabene bukan gereja besar telah mampu mempengaruhi SELURUH dunia. Inilah yang disebut otoritas rohani (spiritual authority)
Otoritas rohani yang demikian berkuasa dimiliki seorang rahib miskin sederhana seperti Marthin Luther paling tidak karena tiga hal berikut:
Yang pertama adalah PENCARIAN. Pergumulan pribadi Luther yang tulus untuk mencari kebenaran adalah kunci awal. Luther tidak mencari popularitas, atau mencoba “inovasi” dalam berteologi. Dia hanya mencari kebenaran dari kenyataan harian yang dia lihat.
Setelah itu, Luther menyelaraskan diri dengan kebenaran yang dia temukan. Hatinya terbuka untuk Roh Kudus bicara. Sebab itu 95 pemikiranya berisi pertanyaan-pertanyaan bukan tuduhan-tuduhan. Dialetika ala Socrates memperlihatkan bahwa Luther tidak sedang mencoba memaksakan ide-ide baru, tapi lebih dia mencoba mencari titik temu – titik temu. PENYELARASAN.
Setelah melalui proses pencarian dan penyelarasan, Luther akhirnya “membayar harga” untuk PANGGILAN menjadi seorang reformer yang diawal-awal dianggap bidat, dan dikucilkan. Sebuah proses yang memperlihatkan bahwa Luther memiliki keberanian Ilahi untuk mandat Ilahi yang diberikan.
Proses 3 P (Pencarian, Penyelarasan, dan Panggilan) ini membawa Luther naik level dari “hanya” seorang rahib muda, miskin, tak berdampang dan tidak dikenal menjadi seorang revivalist, reformer, sekaligus revolusioner. Martin Luther menemukan posisi rohaninya!
Setial level posisi rohani memiliki tingkat otoritas rohani masing-masing. Di tingkat otoritas (exousia) ini, kuasa (dunamis) diberikan (Kis 1:8). Jadi Kuasa datang dalam satu paket dengan otoritas yang dicapai.
Ketika Daud menjadi gembala, dia memiliki otoritas gembala yang pada akhirya memiliki kuasa mengalahkan singa, beruang, dan serigala. Ketika Samuel mengurapi menjadi raja, tiba-tiba Daud memiliki otoritas yang lebih. Dan dengan tingkat otoritas yang baru, dia memiliki kuasa bukan hanya melawan binatang tapi mengalahkan Goliat.
Proses ini terus berjalan sampai akhirnya Daud menjadi Raja atas seluruh Israel, dan dia memiliki kuasa membawa Tabut Perjanjian kembali ke Sion, Yerusalem.
Dengan bahasa sederhana, otoritas rohani sejalan dengan pertumbuhan rohani. Semakin dewasa rohani semakin kita ada diposisi yang benar, dengan sendirinya otoritas rohani akan semakin tinggi (semakin dipercaya Tuhan), sehingga pada akhirnya akan menjadi pribadi yang berkuasa menjalankan mandat-mandat Kerajaan.
Penulis : Hanny Setiawan