Masyarakat Intoleran atau Tokoh Agama yang Keterlaluan?
BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Ketremtaman dan kedamaian masyarakat Manado terusik menyusul kedatangan Habib Bahar Smith pada senin (15/10/2018). Kericuhan bermula ketika masyarakat adat Manado menolak kehadiran tokoh agama tersebut dan melakukan penghadangan di bandara Samratulangi (sumber).
Massa pendukung Habib Bahar yang tidak terima dengan penolakan masyarakat adat tersebut bergerak mendatangi bandara Samratulangi, hendak menjemput Habib Bahar. Kehadiran massa pendukung Habib Bahar di bandara Samratulangi seketika memanaskan suasana yang ada disana.
Pekik dan takbir yang terus dikumandangkan oleh para pendukung Habib Bahar semakin membuat suasana menjadi lebih mencekam saat itu. Hingga tengah malam suasana menegangkan masih menyelimuti kota Manado karena kedua kelompok massa masih terus bersiaga.
Penolakan yang masif terhadap Habib Bahar sebenarnya bukan tanpa sebab yang jelas. Kotbahnya-kotbahnya yang dinilai keterlaluan karena provokatif dan sangat bernuana politis, dianggap menjadi penyebab utama mengapa muncul penolakan terhadap dirinya.
Salah satu kotbah Habib Bahar yang belum lama ini sedang viral menunjukan dengan gamplang kotbahnya yang provokatif dan sangat bernuasa politis.
Masyarakat awam terutama masyarakat non Muslim tentu was-was ketika mendengar isi kotbah Habib Bahar. Apalagi dengan jelas Habib Bahar telah berpolitik dengan menyatakan dukungan terhadap salah satu calon Presiden dan mengajak orang lain untuk mendukung calon Presiden pilihannya, melalui kotbahnya.
Dia bahkan tidak ragu untuk menjelek-jelekan calon Presiden lain dengan kalimat yang sangat provokatif, dalam materi kotbahnya. Hal ini tentu menjadi faktor memunculkan penolakan dari masyarakat yang tidak sepaham dengan pandangan politik Habib Bahar.
Sayangnya penolakan dari masyarakat terhadap tokoh agama yang kotbah-kotbahnya sudah kertelaluan, coba diframing sebagai bentuk penolakan terhadap agama Islam dan Ulama. Framing semacam ini tentu sangat berbahaya karena dapat menciptakan konflik yang lebih besar.
Framing yang diarahkan sebagai penolakan terhadap Islam dan Ulama justru merusak bangunan toleransi yang selama ini sebenarnya sudah terjalin ditengah masyarakat. Jika hal ini terus dibiarkan, isu seperti ini dikahwatirkan akan sengaja dipakai sebagai strategi politik.
Tokoh agama seperti Habib Bahar bisa saja dipakai sebagai pionir untuk memancing kemarahan masyarakat, yang kemudian di framing sebagai sebuah narasi politik. Bawaslu harus lebih tegas menyikapi kotbah-kotbah provokatif dan bernuansa politis, yang dianggap kertelaluan oleh masyarakat.
Perdamaian dan persatuan masyarakat harus menjadi prioritas semua umat beragama. Cara-cara politik yang santun dan beradab harus dikedepankan oleh semua elemen masyarakat.
Tidak semua respon masyarakat terhadap para tokoh agama kemudian dapat dikategorikan sebagai tindakan intoleran. Tokoh agama yang mendapat penolakan harusnya juga merefleksi materi dan gaya berkotbahnya.
Bukannya memanfaatkan penolakan untuk memainkan strategi playing victim. Apalagi sampai mengerahkan massa pendukung yang tentu dapat memicu terjadinya konflik terbuka.
Penulis : Gilrandi ADP