Waspada! Sekolah Sedang Jadi Sasaran Utama Propaganda LGBT dan Radikalisme
BeritaMujizat.com – Pendidikan – Tantangan pendidikan di Indonesia saat ini bukan hanya soal mengejar kualitas pendidikan yang masih tertinggal saja. Propaganda LGBT dan radikalisme agama kini juga menjadi ancaman serius dunia pendidikan yang harus segera diatasi.
Data menunjukan dari tahun ke tahun jumlah pelajar yang terjerumus kedalam penyimpangan LGBT atau paham radikal semakin meningkat. Belum lama ini ditemukan sebanyak 17,000 pelajar di Jawa Tengah mengidap HIV karena mereka melakukan hubungan sesama jenis (sumber).
Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Jawa Tengah Zainal Arifin saat diwawancarai merdeka.com, “perilaku menyimpang dikalangan remaja dikarenakan bujukan teman-teman mereka sendiri”. Hal ini menunjukan bahwa LGBT saat ini sedang bermetamorfosa menjadi tren gaya hidup generasi muda yang digandrungi.
Masa pubertas yang sangat rentan menjadi pintu masuk yang diincar untuk menanamkan dan menyebarkan secara masif, propaganda LGBT dan radikalisme. Lemahnya jangkaun pendidik (orangp tua, guru, pemimpin agama) terhadap anak-anak dalam masa pubertas, menjadikan mereka mudah sekali dimuridkan oleh propaganda LGBT dan radikalisme.
Seperti halnya yang telah terjadi di negara-negara lain, propaganda LGBT dan radikalisme bukan hanya soal pertarungan politik, melainkan juga peperangan pola pikir (wolrdview walfare). Oleh karena itu peperangan melawan propaganda LGBT dan radikalisme tentu tidak cukup hanya dilawan dengan kebijakan politik saja.
Peperangan melawan propaganda LGBT dan radikalisme harus dilakukan di bidang pendidikan, mulai dari lingkup pendidikan awal Gereja dan keluarga. Setiap pendidik mulai dari orang tua hingga guru harus terus bersinergi melawan propaganda LGBT dan radikalisme yang mengincar generasi muda.
Gereja juga harus mulai bertransformasi dan menempatkan pelayanan generasi sebagai salah satu ujung tombak misinya. Gereja harus dapat menjawab kebutuhan anak-anak muda yang sedang dalam proses pencarian jati diri. Gereja tidak boleh membiarkan generasi ini tumbuh sebagai yatim piatu secara rohani.
Yatim piatu rohani dapat diartikan sebagai kurangnya pendidikan dan pendampingan yang didapat anak dalam membangun kehidupan spritual mereka. Yatim piatu rohani dapat terjadi karena kita orang yang lebih tua kurang atau tidak melayani generasi dibawah dengan baik.
Penulis : GIlrandi ADP