Rendahnya Toleransi dan Maraknya Politisasi Agama di Negara Mayoritas Islam
BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Sebuah riset menunjukan bahwa negara Islam atau negara dengan penganut mayoritas agama Islam memiliki tingkat toleransi yang lebih rendah dibanding dengan negara non-Muslim.
Riset tentang tingkat toleransi di negara Islam ini dilakukan dan dipublikasikan oleh oleh Nathanael Gratias Sumaktoyo, Ph.D (sumber). Analisis terhadap tingkat toleransi ini dilakukan terhadap 17.000 warga Muslim di 17 negara termasuk Indonesia.
Dari hasil penelitian terungkap bahwa jaringan pertemanan warga Muslim yang cenderung homogen menjadi penyebab utama mengapa tingkat toleransi menjadi lebih rendah.
Jaringan pertemanan ini menjadi faktor utama pembentukan perilaku dan hubungan sosial. Semakin homogen jaringan pertemanan tentu akan semakin rentan terhadap munculnya sikap intoleransi.
Penelitian ini memberi gambaran yang lebih jelas tentang gejolak politisasi agama yang saat ini sedang berkembang pesat di bangsa ini. Pola masyarakat yang lebih nyaman dengan lingkungan yang seagama atau sepaham membuat isu-isu soal SARA masih menarik untuk terus dimainkan dalam politik.
Jaringan pertemanan yang homogen dan ekslusif ini tentu menjadi incaran para politikus dan kelompok kepentingan untuk dijadikan sebagai kekuatan politik. Isu bela agama dan bela kaum tertentu menjadi isu yang sangat mudah diterima bagi masyarakat yang homogen.
Semua kelompok kepentingan kemudian berlomba-lomba menyuguhkan tawaran politik dengan embel-embel agama. Bahkan yang baru saja muncul, kemampuan berdoa calon pemimpin sampai dipersoalkan dalam kontestasi politik.
Realita ini tentu menjadi tantangan utama membangun Indonesia sebagai rumah bersama bagi banyak suku, ras, dan agama, apalagi menjelang tahun-tahun politik yang semakin panas. Sebagai rumah bagi banyak suku ,ras. dan agama. toleransi menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh semua pihak.
Penelitian ini juga mengungkap mengapa hari-hari ini semakin marak aksi penutupan Gereja dan penolakan terhadap umat Kristen yang terjadi di berbagai tempat. Mereka menganggap kehadiran orang Kristen akan mengganggu kenyamanan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang homogen.
Pola perilaku masyarakat yang seperti ini juga semakin menyakinkan bahwa penolakan terhadap munculnya kepemimpinan Kristen dalam politik itu memang benar adanya. Meskipun secara etika, seharusnya hal tersebut tidak diperkenankan di negara yang menjunjung toleransi, nyatanya penolakan tersebut masih muncul.
Banyak kita temui orang yang mempunyai kinerja dan integritas yang bagus, seringkali tidak mendapat dukungan politik karena soal keyakinan yang berbeda. Orang lebih memilih pemimpin yang satu keyakinan meskipun rekam jejak dan integritasnya lebih tidak lebih baik.
Penulis : GIlrandi ADP