Merasakan Kebenaran
Sifat hakiki kebenaran adalah mutlak. Secara logis sesuatu yang benar tidak mungkin di waktu bersamaan adalah tidak benar. Sehingga dengan sendirinya kebenaran bersifat obyektif.
Di sisi lain, “merasakan” adalah sesuatu yang secara alamiah subyektif. Tuhan adalah kebenaran itu sendiri. Sehingga Tuhan itu mutlak dan normatif, penyebab yang paling utama. Tuhan tidak bisa di rubah, atau berubah.
Penulis Ibrani menuliskaan dengan sangat tepat kemutlakan Yesus, karena Dia Tuhan:
Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. (Ibr. 13:8)
Mempercayai “kemutlakan Yesus” adalah esensi utama dari iman. Ketika Yesus menjadi yang “termutlak” dalam hidup kita, Dia menjadi standard moralitas, Dia menjadi tujuan hidup kita, Dia menjadi arti hidup kita, dan Dia menjadi segalanya dalam hidup kita.
Semua jalan-jalan manusia harus di cocokan dengan di luruskan dengan Yesus. Pernyataan Yesus kepada Filipus memperlihatkan kepada kita bahwa fokus kepada Yesus adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan Bapa
Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. (Yoh. 14:9).
Kebenaran Yesus adalah kebenaran mutlak tapi tidak mati. KebenaranNya adalah kebenaran yang hidup. Kebenaran yang mati adalah legalisme yang terbukti tidak membawa kepada pengenalan hakiki tentang siapa Tuhan. Kebenaran yang hidup ada aspek perasaaan bukan hanya pikiran.
Sebab itu, Paulus mengatakan dalam Fil 2:5, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus“
Yesus tidak hanya seorang Guru besar yang mengajarkan ajaran-ajaran moral dan kebaikan. Dialah kebenaran itu sendiri (Yoh. 14:6). Dan Yesus adalah seorang pribadi bukan ideologi. Sebab itu untuk mengerti Yesus, mengerti Tuhan kita harus bisa “merasakan kebenaranNya”.
Berfikir kebenaran membuat kebenaran di mengerti. Merasakan kebenaran membuat kebenaran itu hidup. Keduanya dibutuhkan dalam perjalanan rohani kita mencari Tuhan.(yhs).
Daily Seeking God
– 10 Tahun Perenungan Mencari Tuhan –
Daily Seeking God adalah kumpulan tulisan Hanny Setiawan selama 10 tahun. Ditulis secara spontan ketika ada pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri. Dengan mengikuti “renungan harian” ini diharapan bisa mengerti pergumulan batin selama 2009-2019 penulis.