Lilitan Gurita Prokes Covid
BeritaMujizat.com – Kesehatan – 19 Januari 2022, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, akhirnya memutuskan menghapus berbagai mandat kunci prokes Covid. Mulai Kamis ini, siswa tidak lagi diharuskan memakai masker di ruang kelas.
Pada 27 Januari, masker wajah tidak lagi wajib di sekolah mana pun atau di mana pun di Inggris.
Pemerintah juga akan mengabaikan persyaratan tes COVID negatif.
Tidak lagi memaksa orang untuk menunjukkan bukti vaksinasi jika memasuki tempat-tempat umum.
Pemerintah tetap “merekomendasikan” masker di ruang tertutup tetapi membiarkan orang memilih apakah akan memakainya atau tidak.
“…kami percaya akan penilaian rakyat Inggris dan tidak lagi mengkriminalisasi siapa pun yang memilih untuk tidak memakainya (masker),” kata Boris Johnson mengumumkan Rabu di depan Parlemen Inggris yang bersukacita.
Merdeka
Ini seperti angin kemerdekaan. Setelah berbulan-bulan Inggris terbelenggu (sementara berbagai negara lain yang masih) oleh kebijakan prokes Covid yang ketat atau cukup ketat, tergantung wilayah juridiksi.
Corona virus ada. Siapa yang menyangkalnya bahwa itu tidak ada adalah sakit jiwa. Apakah seberbahaya yang disampaikan pakar kesehatan umum, politisi, dan media? Itu tergantung berbagai hal.
Sebagai seorang yang sudah korban sakit parah oleh Covid, saya merasakannya. Namun saya tidak menjadikan virus itu sebagai kambing hitam. Kondisi saya parah karena sebelum kena serang berada pada tingkat status kesehatan dalam tubuh yang mungkin sudah cukup/paling rendah, meski dari luar secara fisik kelihatan masih sehat. Sementara banyak yang kena serang berada pada tingkat kesehatan yang masih netral atau sedikit positif, yang membuat mereka bertahan tanpa masalah.
Umumnya serangan penyakit, khususnya yang menular, adalah seperti itu. Tingkat bahayanya ditentukan tingkat awal kesehatan daripada yang kena serang.
Narasi Dikontrol
Secara jelas, data akurat akan jumlah kasus serta jumlah korban Covid sulit diperoleh. Demikian juga data akurat dan objektif akan impak positif dan negatif daripada tindakan standar mitigasi yang dilakukan (vaksinasi, mask, dan lain sebagainya). Narasi data covid serta impak (positif dan negatif) langkah-langkah mitigasi dikontrol oleh siapa. Alternatif tindakan mitigasi secara medis pun cepat-cepat diklaim berbahaya. Padahal bukti empiris menunjukkan hal sebaliknya.
Misalnya, obat theraupetik seperti Hydroxychloroquine dan Ivermectin, yang dari April 2020 sudah secara empiris terbukti membantu mengatasi Covid langsung diumumkan berbahaya oleh pakar kesehatan umum yang menangani Covid di AS (dan akhirnya kepercayaan seperti hampir menyebar global). Di AS diklaim illegal. Dokter-dokter dilarang memberikannya kepada pasien. Kenapa?
Tindakan mitigasi secara medis lain sedang mau berjalan. Vaksin sudah dipersiapkan oleh perusahaan farmasi raksasa. Vaksin kurang berguna kalau Covid sudah bisa ditangani oleh obat-obat theraupetik tadi. Perusahaan farmasi raksasa tidak mau rugi. Ini namanya kompleks industri farmasi, yakni ketika industri farmasi raksasa, politisi, dan pengambil keputusan bidang kesehatan umum sudah satu tali-temali oleh berbagai kepentingan. Entah untuk kepentingan apa. Kita bisa membayangkannya.
Vaksin dua kali. Booster mau dua kali atau mungkin lima kali lagi. Sementara di Israel, penelitian menunjukkan bahwa booster dua kali tidak ada gunanya. Di Australia, justru yang vaksin lebih banyak dirawat di RS dibanding yang tidak vaksin.
Efek negatif vaksin dan booster jarang dibahas terbuka. Sementara potensi efek samping vaksin Covid termasuk peradangan kronis, karena vaksin terus menerus merangsang sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi. Kekhawatiran lain termasuk kemungkinan integrasi plasmik DNA ke dalam genom tubuh, yang bisa mengakibatkan mutasi, masalah dengan replikasi DNA, memicu respons auto imun, dan aktivasi gen penyebab kanker.
Jadi vaksinasi apalagi dengan booster yang terus-menerus, kita tidak tahu akibatnya dalam waktu dekat dan ke depan. Bisa kemungkinan krisis kesehatan baru.
Tetapi semua ini tidak boleh terbuka dibahas. Narasi dikontrol.
Tidak jarang kita dengar di AS bahwa yang mengambil keputusan akhir akan tindakan medis terhadap Covid di tempat pelayanan kesehatan (klinik, RS) bukanlah dokter, tetapi aparat birokrat kesehatan, yang sejauh tertentu sudut kepentingannya sudah dipengaruhi hal-hal lain.
Covid berbahaya, itu benar. Covid harus mengubah kehidupan secara drastis menjadi lebih buruk, itu salah.
Risiko dan Peluang
Tanpa atau dengan Covid, hidup penuh risiko. Seorang petani yang sedang mencangkul di sawah bisa meninggal disambar petir. Ada peluang itu untuk terjadi. Kurang lebih sama peluangnya seperti seseorang yang sehat meninggal kena serang covid. Apakah petani harus berhenti ke sawah? Atau sangat dibatasi untuk pergi ke sawah? Kita pikir sendiri. Tetapi jangan buntu dengan alasan pandemi. Sebab pandeminya pada dasarnya artinya penyebaran peluang risiko dan tingkat bahaya/risikonya seharusnya terungkap di data akurat dan terpercaya. Itu yang sulit terjadi.
Sama ketika awal pandemi ini, yang didasarkan model penyebaran risiko dan proyeksi jumlah kasus dan korban yang amburadul.
Dan ironisnya dimulai dari Inggris (tentang ini saya sudah tulis dalam laporan 16 halaman awal tahun lalu tentang satu tahun anniversary Covid).
Salah satu model yang mendapat perhatian serius dari banyak orang, termasuk Gedung Putih, pada awal-awal pandemi tahun 2020 adalah laporan setebal 20 halaman pada 16 Maret 2020 dari tim Neil Ferguson di Imperial College London. Mereka datang dengan asumsi bahwa 81% (268 juta) dari populasi Amerika akan terinfeksi Covid 0,9% (sekitar 2.2 juta jiwa) dari mereka meninggal. Itu masih batas bawah dalam setahun.
Laporan itu lebih lanjut mengatakan: “Secara total, dalam epidemi yang tak tanggung-tanggung, kami memperkirakan sekitar 510 ribu kematian di G.B. dan 2,2 juta di AS, tidak memperhitungkan potensi efek negatif dari sistem kesehatan yang kewalahan terhadap kematian.”
Dunia bertekut lutut terhadap Covid, tetapi didasarkan model yang amburadul. Per hari ini, setelah dua tahun, jumlah kasus covid di AS 69,7 juta. Korban yang meninggal 880,5 ribu, tetapi data sudah tumpang tindih. Data kasus flu biasa dan korban jiwa karena faktor lain.
Covid berbahaya, iya. Covid merusak tatanan dan hakikat hidup, itu salah. Tidak ada new normal, karena itu cenderung abnormal. Yang ada adalah normal.
Saya menderita Covid. Cukup parah, tetapi saya mau hidup normal kembali secepatnya. Itu bisa dilawan dengan common sense, bukan dengan nonsense atau narasi yang kontrol.
Boris Johnson mengatakan, publik sudah punya common sense menghadapi Covid.
Terima kasih Inggris. Semoga negara-negara lain menyusul secepatnya. Salam.
Prof. Elwin Tobing, PhD. (California, AS)