Tidak Merasa Bersalah, PGI Justru Merasa Dituduh Bukan-Bukan Dalam Kasus Surat Pastoral LGBT
MPH – PGI bersama Menteri Agama
BeritaMujizat.com – Mandat Budaya – Pernyataan pastoral PGI mengenai LGBT yang menuai kontraversi dari berbagai pihak rupa-rupanya membuat gerah petinggi-petinggi PGI. Melalui humasnya, Jeirry Sumampow, PGI merasa tidak menyalahi mekanisme demokrasi yang ada di tubuh PGI. Bahkan Jeiry juga menyatakan ada pihak-pihak yang menuduh PGI secara picik (Sumber)
Diluar kegerahan pihak PGI, keinginan netizen untuk memverifikasi masalah ini sangat tinggi, sehingga terlihat beberapa kali web PGI “kehabisan bandwith”. Berita Mujizat yang notabene pemain baru di portal berita kristen, juga mengalami gangguan server selama 2-3 hari karena isu pernyataan pastoral GBI ini. (sumber)
TERKAIT : PGI Akhirnya ‘Keluar Dari WC’ Menyatakan LGBT Tidak Menyalahi Firman
Berarti, kegerahan bukan hanya di pihak PGI, tapi tubuh Kristus di Indonesia menjadi gerah. Kegerahan tubuh Kristus dapat terlihat dari beberapa realitas sebagai berikut:
• Ketua Umum Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI) Pdt. Japarlin Marbun menyatakan dengan keras bahwa GBI tidak setuju dengan surat pastoral PGI mengenai LGBT, dan tidak pernah ada konsultasi terlebih dahulu mengenai isi surat pastoral tersebut.
Lebih jauh Pdt. Japarlin mengatakan, “GBI tidak setuju dengan pernyatan surat pastoral PGI, karena saya sebagai orang GBI tidak pernah ditanya apakah setuju membuat rumusan seperti itu dan walaupun GBI sebagai anggota dari PGI, kita akan melayangkan protes” (sumber)
• Ir. DR. Mangapul Sagala, seorang ahli biblika dan pembina rohani dari Perkantas (Persekutuan Kristen Antar Universitas) menulis surat terbuka yang ditujukan khusus untuk sekum PGI Gumar Gultom. Mangapul mempertanyakan posisi PGI yang justru berlawanan dengan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) yang mewakili Katolik, dan PBNU yang mewakili Islam.
“Apakah PGI tidak membaca Surat Penolakan dari Katolik (KWI) dan PBNU, sebuah organisasi terbesar Islam? Apakah rekan2 di Katolik dan Islam lebih memahami maksud Allah dari MPH PGI?”, kata Mangapul. (sumber)
• Andik Wijaya, MD, MRepMed seorang seksolog kristen mengeluarkan pernyataan keras terutama klaim PGI sudah melakukan studi secara komprehensif soal LGBT secara psikologi dan teologi.
Andik menggarisbawahi, ” Perilaku seksual LGBT adalah perilaku yang tidak normal, tetapi dengan pertolongan Tuhan dan pendekatan psycho-socio-spiritualyang baik, mereka yang mau bisa dipulihkan. Jika MPH PGI menyatakan bahwa LGBT tidak perlu bertobat dan tidak perlu berubah, maka semua perilaku yang dinyatakan dalam I Korintus 6 : 9 – 10, adalah perilaku yang tidak perlu bertobat dan tidak perlu berubah.” (Sumber)
Kegaduhan di media sosial memperlihatkan bahwa tingkat “kewarasan Ilahi” umat Kristen di Indonesia masih sangat tinggi. Sebab itu ketika ketidak warasan tercium, serta merta secara spontan terjadi penolakan. Panggung media sosial pun bisa dipergunakan untuk menyuarakan isi hati kepada para pemimpin yang tidak sejalan dengan FirmanNya.
***
Alibi yang dipergunakan MPH-PGI adalah surat pastoral bukan sesuatu yang final, tapi dapat dibatalkan di sidang raya. Jadi surat pastoral tidak bisa disebutkan sebagai sebuah pernyataan tapi sebuah usulan. Alibi politis yang semakin membingungkan jemaat Tuhan yang benar-benar mencari kehendakNya.
Untuk bisa mengusulkan LGBT bukanlah suatu tindakan dosa itu sudah merupakan suatu hal yang sangat menyedihkan hati Jemaat Tuhan. Inti permasalahan dari surat pastoral kontroversial itu bukan di mekanisme organisasi, kajian-kajian, ataupun usaha menyederhankan masalah tentang bagaimana menyikapi LGBT, tapi tanggung jawab MPH-PGI yang berani menyatakan atau “mengusulkan” hal berikut:
Oleh karena itu, menjadi LGBT, apalagi yang sudah diterima sejak lahir, BUKANLAH SUATU DOSA, karena itu kita tidak boleh memaksa mereka bertobat. Kita juga tidak boleh memaksa mereka untuk berubah, melainkan sebaliknya, kita harus menolong agar mereka bisa menerima dirinya sendiri sebagai pemberian Allah (Pernyataan Pastoral, PGI, Rekomendasi ke-8)
Sejak kapan di kekristenan ada paksaan? Kekristenan adalah sebuah panggilan kudus, hanya yang mendengar dan percaya dia datang memenuhi panggilanNya. MPH-PGI mengimplikasikan bahwa gereja akan melakukan tindakan kriminal terhadap pelaku LGBT apabila kita menyatakan LGBT adaah dosa menurut Alkitab. Implikasi yang sangat tendensius. Alih-alih merasa dituduh, pihak MPH-PGI harusnya tidak balik menuduh yang bukan-bukan.
Jangankan melakukan tindakan kriminal, membenci saja pengikut Kristus sejati tidak boleh. Kasih tanpa syarat adalah sumber iman Kristen (Agape). Tapi kasih tanpa kebenaran itu hawa nafsu. Artinya, mencampuradukkan antara dosa, dan orang berdosa adalah pemahaman yang salah, apalagi apabila bisa dibuktikan ada kepentingan-kepentingan yang bermain. Dosa adalah dosa, kita harus berani menyatakannya.
***
LGBT adalah perilaku dosa menurut pemahanan Alkitab dari arus utama Kristen. Bagaimana kita menyikapi pengidap LGBT itu PGI bisa membuat surat pastoral untuk tidak melakukan diskriminasi, menerima mereka sebagai manusia, dan isu-isu HAM lainnya. Tapi jangan pernah menyatakan bahwa LGBT bukan dosa.
Dan perlu digarisbahwai, tendensi PGI mendukung LGBT bahkan perkawainan sejenis sudah cukup lama. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Jeiry Sumampow di media hampir 2 tahun yang lalu :
Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI Jeirry Sumampow mengatakan, pada dasarnya pernikahan sejenis tak boleh dibatasi jika ditinjau dari segi HAM. “Sebab memilih pasangan itu hak asasi setiap orang. Untuk persoalan ini, PGI masih sedang melakukan kajian,” ujar Jeirry lewat pesan BlackBerry, Kamis (6/11/2014). (sumber)
Jadi, ada rentang waktu yang cukup panjang untuk PGI bertanya dan mengusulkan kepada sinode-sinode aras nasional. Apalagi menurut Mangapul Sagala, Sekum PGI Gomar Gultom adalah bagian dari HKBP, dan anehnya HKBP yang adalah kelompok terbesar dari PGI juga menolak LGBT sebagai praktek yang normal apalagi bukan dosa.
Kesimpulan sampai sejauh ini, MPH-PGI terasa mencoba mencuci tangan setelah surat pastoral kontroversial di pertanyakan banyak pihak. Tapi belum memiliki itikat untuk secara tegas menyatakan LGBT adalah perilaku yang melanggar Firman Tuhan. Dan ada kemungkinan besar, karena memang secara teologis, dan pemahaman sudah berbeda, MPH-PGI tidak akan pernah menyatakan hal tersebut.
Yang bisa terjadi adalah kasus ini akan dipetieskan, dan dikemudian hari apabila sudah tidak gaduh, surat pastoral dalam bentuk lain akan muncul lagi, sebagai “fatwa”. Karena itulah yang terjadi di Amerika, minoritas 3% pro LGBT mampu mengalahkan 97% konservatif karena menggunakan kekuatan politik dengan berkedok dibelakang HAM (Hak Asasi Manusia), tanpa pernah memikirkan lagi HAT (Hak Asasi Tuhan).
Penulis : Hanny Setiawan
Sumber : IKRI (Institut Karismatik Reformasi Indonesia), SatuHarapan.com