“Sesungguhnya Aku Ini Hamba Tuhan” — Sebuah Keputusan Hidup di Bulan Natal

BeritaMujizat.com – Renungan – Di bulan Desember seperti ini, kita sering kembali mendengar kisah Natal yang sama. Namun ada satu momen yang selalu menegur hati: saat Maria menerima kabar yang mengubah seluruh hidupnya.
Maria masih sangat muda. Hidupnya sederhana. Masa depannya belum jelas. Di tengah kebingungan, risiko sosial, dan kemungkinan penolakan, Maria tidak banyak bicara, tidak berdebat, dan tidak menunda. Ia hanya berkata:
“Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan” (Lukas 1:38).
Kalimat itu terdengar sederhana, tetapi di sanalah Maria menempatkan hidupnya dengan benar—bukan di tangannya sendiri, melainkan di tangan Tuhan.
Dengan berkata, “aku ini hamba Tuhan,” Maria sedang mendefinisikan ulang hidupnya. Sejak saat itu, hidupnya tidak lagi sepenuhnya miliknya sendiri. Setiap langkah, setiap perkataan, dan setiap keputusan membawa dampak bagi banyak orang. Hidupnya menjadi hidup yang dilihat, dibaca, dan dipakai Tuhan.
Hal yang sama berlaku bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Cara kita berbicara di rumah, bersikap di tempat kerja, merespons dalam pelayanan—semuanya mencerminkan siapa yang kita layani. Seorang hamba Tuhan hidup dengan kesadaran bahwa hidupnya dipersembahkan, bukan disimpan untuk diri sendiri. Ketika Maria berkata bahwa ia adalah hamba Tuhan, ada kesadaran mendalam bahwa hidupnya bukan lagi miliknya, melainkan milik Tuhan dan sesama.
Inilah pelajaran yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun dari kita. Setiap kita adalah hamba. Tidak ada hidup yang netral dan tidak ada hati yang tanpa tuan. Pertanyaannya bukan apakah kita hamba, tetapi hamba siapa kita hidup setiap hari.
Jika Tuhan tidak memegang kendali, maka sesuatu yang lain pasti akan mengambil tempat itu—entah keinginan diri, ambisi pribadi, dosa, uang, atau penilaian manusia. Karena itu, seperti Maria, kita perlu dengan sadar dan sengaja berkata kepada diri kita sendiri:
“Aku ini hamba Tuhan.”
Bukan sebagai kalimat rohani, tetapi sebagai keputusan hidup. Dari pengakuan inilah hidup kita didefinisikan ulang: siapa yang kita taati, suara siapa yang kita dengarkan, dan arah mana yang kita pilih untuk dijalani.
Ada sebuah lagu lama yang berkata:
“Hidupku bukannya aku lagi, tetapi Yesus di dalamku.”
Artinya, Yesuslah yang menjadi Tuan atas hidup kita. Kita mengikuti apa yang Dia mau, bukan lagi keinginan daging dan kehendak kita sendiri.
Mari kita terus mengingatkan diri kita—terutama bagi para pendeta, full-timer, dan para pelayan Tuhan—bahwa kita adalah hamba Tuhan. Dan karena itu, marilah kita bersikap seperti seorang hamba Tuhan, bukan seperti bos besar.
Penulis: Pdt. Henry Setiawan, S.Miss, Mth ( https://mydailyseekinggod.blogspot.com/ )



