Pelepasan dari Allah yang Mengikuti Hidup Kita – 27 Juni
… Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah Firman Tuhan.
(Yeremia 1:8)
Intro:
Renungan hari ini adalah tentang sejauh mana kita sungguh percaya akan pelepasan dari Allah sendiri yang terus mengiringi jalan hidup kita. Dikatakan, tidak sedikit orang yang menjadi “atheistik” praktis, yaitu mendudukkan penalarannya di singgasana, kemudian menempelkan nama Allah di situ, tetapi sesungguhnya tidak ada kepercayaan yang sungguh akan Allah dalam hatinya.
Renungan:
ALLAH menjanjikan Yeremia bahwa Dia sendiri akan membebaskan dia — “ …nyawamu akan menjadi jarahan bagimu… ” (Yeremia 39:18). ltulah semua yang dijanjikan Allah kepada anak-anak-Nya. Ke mana pun Allah mengutus kita, Dia akan menjaga hidup kita. Harta dan milik kita pribadi bukan merupakan hal yang paling penting dalam hidup, sehingga kita tidak boleh menggenggamnya erat. Jika sebaliknya, kita akan mengalami kepanikan, kepiluan dan kesedihan. Mempunyai pandangan ke depan yang benar adalah bukti dari kepercayaan yang mendalam akan pelepasan ( deliverance ) dari Allah sendiri yang mengikuti hidup kita.
Khotbah di Bukit menunjukkan bila kita mendapat tugas untuk Yesus Kristus, tidak ada waktu untuk membela diri sendiri bila dikritik. Yesus sebenarnya berkata, “Jangan cemas mengenai kemungkinan apakah kamu diperlakukan dengan adil atau tidak”.
Mencari keadilan itu sebenarnya sebuah tanda bahwa kita telah dibelokkan dari pengabdian kita kepada-Nya. Jangan mencari keadilan di dunia ini, tetapi jangan berhenti untuk memberikan keadilan. Jika kita mencari keadilan, maka kita hanya akan mengeluh dan membiarkan diri larut dalam ketidakpuasan rasa iba diri, dan berkata, “Mengapa aku harus diperlakukan seperti ini?”
Jika kita mengabdi kepada Yesus Kristus, kita tidak ada urusan adil atau tidak adil dengan hal yang kita hadapi. Yesus seolah-olah berkata, “Lanjutkanlah terus melakukan apa yang saya katakan kepadamu untuk dilakukan, dan Aku akan menjaga hidupmu. Jika kamu berusaha menjaga dirimu sendiri, kamu menjauhkan dirimu dari pelepasan-Ku.”
Bahkan orang yang paling saleh di antara kita menjadi “atheistik” dalam urusan ini — kita tidak memercayai Dia. Kita mendudukkan penalaran kita di singgasana dan kemudian menempelkan nama Allah di situ. Kita sering lebih bersandar pada pengertian kita sendiri, bukannya memercayai Allah dengan segenap hati kita (lihat Amsal 3:5-6).
Penulis : Oswald Chambers
Sumber : Sabda.Net, M. Agustinus Pur