Ironi Gereja Jaman Now: Tidak Berpolitik tapi Mudah Dipolitisasi
BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Menyambut Tahun politik yang sebentar lagi berlangsung, banyak Gereja telah mendeklarasikan diri untuk tetap bersikap netral dan tidak berpolitik secara aktif. Mereka tidak mau oraganisasi Gereja dikotori oleh upaya-upaya politisasi agama dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.
Mereka berusaha menjaga kekudusan Gereja dengan tidak menyemplungkan diri ke dalam dinamika politik yang ada. Beberapa Gereja juga mensakralkan mimbar gereja dengan tidak membahas atau menyinggung isu-isu politik dalam kotbah diberikan kepada jemaat.
Langkah Gereja menolak berpolitik praktis dan menjaga Gereja dari terjangan politisasi agama tersebut sesungguhnya patut untuk diapresiasi. Akan tetapi ironisnya, ketika Gereja-gereja yakin dengan prinsipnya untuk tidak berpolitik praktis, realita yang ada justu menunjukan Gereja sangat mudah dipolitisasi dan ditunggangi oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan politik.
Kita tentu masih ingat bagaimana Gereja-gereja besar menjadi tokoh utama terselenggaranya doa ucap syukur kemenangan Prabow-Hatta yang sangat memilukan. Masih segar diingatan kita bagaimana beberapa Gereja sangat bernafsu untuk mengadakan acara Natal di Monas, yang menjadi simbol gerakan politik agama yang berjilid-jilid.
Belum lama isu tersebut mereda, eh baru-baru ini kita kembali digegerkan dengan adanya Gereja yang ingin kembali mengadakan paskah akbar di monas. Banyak orang justru menjadi curiga dan bertanya-tanya mengapa ada Gereja begitu giat mengadakan acara kerohanian di Monas.
Entah tidak tau atau memang pura-pura tidak tau apabila ada bahaya politisasi agama yang berusaha menunggangi niat baik Gereja tersebut. Mereka berusaha merangkul Gereja dan memberinya panggung untuk menyembunyikan gerakan radikal dalam wajah persaudaraan antar umat dan toleransi.
Hal ini tentu sangat berbahaya karena Gereja justru memberi ruang gerakan radikal untuk melancarkan aksi politiknya. Gereja memang kelihatan suci dengan tidak terjun langsung dalam politik, akan tetapi dia menutup mata terhadap bahaya besar yang sedang mengancam negeri ini.
Apakah ini dapat diartikan sebagai arti kenetralan terhadap politik yang selama ini dipegang teguh oleh Gereja? Mengapa kita menolak untuk berpolitik, sedangkan kita masa bodo dengan upaya-upaya politik kelompok-kelompok yang ingin menunggangi Gereja.
Sikap netral Gereja seharunya bukan hanya untuk menghindarkan Gereja dari dinamika politik yang ada. Gereja justru harus menjadi terang ditengah bahaya politisasi agama yang selalu bermain di zona abu-abu. Gereja harus bersikap tegas membedakan mana yang putih dan mana yang hitam, bukan justru membantu politisasi agama dengan sikap masa bodohnya.
Penulis : Gilrandi ADP