Dulu Ahok, Kini Meiliana, Besok Siapa lagi yang Menjadi Korbannya?
BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Kasus penistaan agama benar- benar menjadi momok bagi kaum minoritas di Indonesia. Perlakuan hukum yang tidak adil harus diterima para terdakwa kasus penistaan agama dari kaum minoritas.
Mereka mendapat hukuman yang sangat berat meskipun sebenarnya kesalahannya hanya sepele. Meskipun beberapa tokoh agama sudah tidak mempermasalahkan, akan tetapi vonis hukum tetap berjalan tanpa pandang bulu.
Lain cerita apabila kasus penistaan agama ini menimpa kelompok agama mayoritas. Meskipun sudah terbukti menghina agama lain, proses hukum berjalan sangat lambat. Beberapa tersangka bahkan dengan leluasa pergi meninggalkan Indonesia tanpa proses hukum yang jelas.
Setelah bencana dari kasus penistaan agama menimpa Ahok, kini kasus penistaan kembali menimpa Meiliana, orang biasa dari Tanjung Balai.
Dia didakwa hukuman 1,5 tahun penjara hanya karena menyampaikan keluh kesah terhadap suara Masjid waktu berdoa. Keluh kesah Meilina tersebut kemudian diperkarakan sebagai kasus penistaan agama.
Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah dikeluarkan seakan menjadi sumber hukum tunggal yang tidak dapat diganggu atau didebat untuk mejatuhkan vonis hukuman pidana terhadap Meiliana.
Bagaimanapun upaya pembelaan dari pihak Meilia dimentahkan oleh hakim. Apapun alasan Meiliana, keluh kesahnya dianggap sebagai hinaan terhadap umat Islam.
Hal ini tentu sangat berbahaya dan dapat mengancam kerukunan antar umat beragama. Kasus penistaan tentu digunakan untuk tindakan agresif kelompok agama terhadap kelompok agama lain.
Gesekan sekecil apapun dapat dianggap sebagai suatu kasus penistaan agama yang berat. Tentu akan banyak lagi orang yang akan mengalami nasib seperti Ahok dan Meilina.
Dengan ini kaum minoritas dipaksa menaati norma toleransi yang ditetapkan salah satu agama saja. Sikap kritis dan perasaan tidak nyaman disamakan dengan hinaan atau ancaman terhadap agama mayoritas.
Jika hal ini terus dibiarkan kiblat hukum negara yang menjunjung tinggi keberagaman akan berubah menjadi hukum agama, yang mengistimewakan salah satu agama.
Oleh karena itu semua pihak terutama Gereja tidak boleh cuek dengan kasus penistaan yang sedang terjadi.
Pemerintah harus melibatkan pertimbangan Gereja atau agama yang lain dalam melihat kasus penistaan agama.
Jangan sampai ada lagi korban ketidak jelasan penanga kasus penistaan agama seperti Ahok dan Meiliana.
Penulis : Gilrandi ADP