Teologi Karismatik Reformasi Mengandung Semangat Neo Ortodoksi Karl Barth
BeritaMujizat.com – Karismatik Reformasi – Gerakan pentakosta yang lahir di awal abad ke-20 telah berkembang sedemikian rupa, sehingga kelompok protestan dan injili pun sudah mengakui bahwa tidak semua praktek pentakosta dan/atau karimatik menyeleweng.
Meskipun tensi antara non karismatik dan karismatik masih ada dikalangan para teolog dan pemikir, tapi sebenarnya secara praktis, penerimaan antar golongan sudah semakin tinggi. Gempuran liberalisme yang membawa kepada “teologi LGBT” mampu membuat tiga kelompok konservatif bersatu : protestan, injili, dan pentakosta.
Meskipun demikian, di kalangan orang pentakosta dan karismatik sendiri sebenarnya terjadi banyak ketidakpuasan secara teologis. Sekolah teologi sebagai rahim utama lahirnya para pengkotbah, pendeta, dan teolog memperlihatkan bahwa teologi pentakosta bisa dikatakan sangat terbelakang.
Bisa dikatakan, STT-STT yang berafiliasi dengan pentakosta dan karismatik sebenarnya secara teologis meniru mentah-mentah semua teologi protestan dan Injili. Bahkan penekanan Pneumatologi, atau teologi tentang Roh Kudus yang seharusnya menjadi ketertarikan utama, tidak nampak dalam kurikulum-kurikulum sekolah yang ada.
Diusungnya teologi Karismatik Reformasi pada dasarnya adalah kerinduan untuk mempelajari semua fenomena pentakosta, karismatik, sampai kepada gerakan-gerakan apostolik profetik yang “sangat nge-roh” dilihat dari kebenaran Firman Tuhan, dan Injil yang benar.
Dan ternyata, apabila dipelajari dengan hati terbuka, dan lebih seksama, secara umum dapat dikatakan para pemikir protestan, reformasi, dan Injili pun hidup dalam aliran gerakan Roh Kudus di jamannya masing-masing.
Artinya, meskipun belum sempurna, para teolog dan pemikir Kristen dipakai Tuhan untuk menuliskan pewahyuan-pewahyuan di zamannya dengan tujuan untuk menjadi jejak-jejak Ilahi yang bisa diikuti GerejaNya dari masa ke masa.
Jadi, dikotomi antara Karismatik dan Reformasi (menggunakan dua istilah ini untuk mewakili kelompok-kelompok yang lebih besar), seharusnya bisa dicari titik temunya. Dan usaha untuk menemukan secara teologis sudah dilakukan pemikir besar protestan, Karl Barth dengan teologi Dialektika-nya.
Barth…menginspirasi manusia modern yang didorong oleh akal agar tidak mendewa-dewakan rasionalitasnya, di lain pihak juga tidak mengagung-agungkan pengalaman supranaturalnya. Manusia diajak memahami keterbatasan dan kefanaannya di hadapan Allah, namun juga disadarkan akan karya keselamatan Allah yang telah menembus waktu dalam inkarnasi Kristus
(Berteologi Masa Kini, Yohanes Bambang Mulyono, h.23)
Berikut adalah ringkasan pemikiran Karl Barth, yang terasa sekali mengandung semangat Teologi Karismatik Reformasi:
Ciri-ciri umum karya Barth, yang dikenal sebagai neoorthodoxy dan krisis theologi, adalah pada dosa umat manusia, Allah yang terutama dan terpenting, dan ketidakmampuan manusia untuk mengenal Tuhan kecuali melalui pewahyuan.
Sifat kritis dari teologinya ini dikenal sebagai “teologi dialectik” atau “teologi krisis”. Hal ini mengawali tren yang mengarah pada neoorthodoxy dalam teologi Protestan. Neoorthodoxy Karl Barth sangat menentang Protestan liberal yang menyangkal sejarah pewahyuan.
Dia ingin menuntun teologi keluar dari pengaruh filosofi agama modern, dengan penekanannya terhadap perasaan dan kemanusiaan, dan kembali kepada prinsip-prinsip Reformasi dan pengajaran Alkitab. Namun, dia memandang Alkitab bukan sebagai pewahyuan Tuhan yang sebenarnya melainkan sebagai catatan dari pewahyuan itu.
Satu-satunya pewahyuan Tuhan hanya terjadi dalam Yesus Kristus.
Intinya, Barth menolak dua pendapat utama dalam teologi Protestan pada waktu itu, yaitu: kritik sejarah terhadap Alkitab dan usaha untuk menemukan pembenaran terhadap pengalaman keagamaan dari filosofi dan sumber lainnya.
Barth melihat adanya nilai yang sangat berharga dalam level tertentu yang terdapat dalam kritik sejarah, tetapi nilai tersebut seringkali menuntun umat Kristen untuk mengurangi pentingnya kesaksian dari komunitas apostolik tentang Yesus dengan berdasarkan pada iman dan bukan pada sejarah.
Teologi yang menggunakan filosofi selalu membela diri dan lebih khawatir dalam membagikan iman Kristen kepada sesama dari pada memperhatikan apa yang Alkitab sungguh-sungguh katakan.
Sumber : http://biokristi.sabda.org/karl_barth_1886_1968
Semangat teologi Barthian yang menentang teologi protestan liberal yang berakar kepada humanisme yang radikal mengandung kesamaan dengan teologi Karismatik Reformasi yang percaya bahwa Yesus sebagai Tuhan (Ilahi) dan Manusia (humanis) adalah titik pusat semua pemikiran.
Sebab itu, hanya menekankan humanisme akan membawa kepada teologi liberal yang membawa kekristenan kepada agama yang berfungsi secara sosial semata. Di lain pihak, menekankan semua yang Ilahi, supranatural, dan ajaib tanpa ada kerangka kemanusiaan hanya akan membawa kepada mistisme, alias “klenik rohani.
Dialektika antara Ilahi dan humanis inilah titik temu teologi Karismatik Reformasi dan Teologi Barthian. Apakah dengan demikian teologi Karismatik Reformasi bisa disebutkan sebagai bagian dari neo-ortodoksi? Ini harus dicerna dan diriset lebih lanjut, karena teologi Karismatik Reformasi sendiri masih sangat muda, dan masih harus terus dikembangkan.
Penulis : Hanny Setiawan
Sumber : Institut Karismatik Reformasi Indonesia (IKRI)