Sekolah Teologi Dan Pergerakan Ilahi, Dua Kubu Yang Seharusnya Bersatu
BeritaMujizat.com – Teologi – Sudah menjadi rahasia umum bahwa STT (Sekolah Tinggi Teologi) dan pergerakan-pergerakan rohani yang terjadi, bahkan dengan gereja-gereja lokal mengalami dikotomi yang kronis. Bahkan istilah STT sering diplesetkan sebagai “Sekolah Tanpa Tuhan”.
Disatu sisi STT-STT bersifat logis, humanis, dan akademis, sementara pergerakan-pergerakan Ilahi yang mengikuti kemana tiang awan dan tiang api yang bergerak sangat cair, organik, dan kadang “tidak logis”. Dua sifat yang paradoks ini memang harus diakui sebagai “dua binatang” yang berbeda.
Tapi apakah keduanya saling menihilkan? Menurut saya, seharusnya tidak. STT sebagai sumber pelatihan teologi harus terus eksis dan dikembangkan, tapi juga sekaligus harus berani berubah dengan mulai menantang diri sendiri untuk tidak mendewakan akal, tapi tetap terus bergantung kepada Roh Kudus melalui pewahyuan.
Di lain pihak, pergerakan-pergerakan Ilahi sebagai hasil “pengalaman bersama Tuhan” harus menyadari bahwa pengalaman bukanlah prinsip-prinsip yang bisa dibakukan. Tapi sebuah intervensi Ilahi untuk mengingatkan umatNya untuk terus mencari Dia dalam kebenaran Firman Tuhan.
Keseimbangan antara natural dan supranatural, logika dan wahyu, manusiawi dan Ilahi yang diwakili oleh STT dan Pergerakan dari musim ke musim terus dicoba untuk disatukan. Melalui pengorbanan Kristus di golgota, dimana Tuhan dan Manusia menjadi satu dalam kesempurnaan korban Yesus Kristus, paradoks itu berhasil disatukan.
Rahasia ini sangat dalam sebab itu para pemikir Kristen harus terus meminta tuntunan Roh Kudus untuk mempelajari teologi paradoks ini dari musim ke musim. Para pemikir harus terus berhati-hati supaya tidak terjebak di salah satu kubu.
Menjadi pemikir akademis tanpa pewahyuan hanya akan melahirkan “Saul-Saul” yang memiliki posisi tapi sudah tidak disertaiNya. Kebalikannya, menjadi pelaku-pelaku pergerakan tanpa prinsip-prinsip rohani yang jelas hanya akan melahirkan bidat-bidat yang sudah terbukti disepanjang sejarah kekristenan.
Jadi, bisa disimpulkan, yang kita butuhkan adalah STT-STT yang memegang teguh dalam prinsip-prinsip Injil yang benar, dan sekaligus mampu menangkap arah pergerakan Ilahi di musim Tuhan, serta mampu memformulakan kehendakNya untuk musim yang tepat bagi kepentingan “sesama manusia”. Sebuah keseimbangan yang membutuhkan kebesaran hati, ketajaman logika, sekaligus kedewasaan rohani.
Penulis : Hanny Setiawan
Gambar : cemgh.org