Disorientasi Rohani, Tahu Tujuan Tapi Tidak Tahu Arah
BeritaMujizat.com – Karismatik Reformasi – Salah satu pertanyaan filosofis yang menentukan cara pandang (worldview) kita adalah tujuan hidup (purpose). Jemaat yang apostolik adalah jemaat yang mengerti tujuan dan berjuang untuk sampai kesana. Arti hidup (meaning) muncul dalam perjuangan itu.
Tanpa tujuan, arti tidak muncul. Tapi arti tidak muncul seketika. Perjalanan menuju tujuan membutuhkan suatu perjalanan yang panjang. Dan tidak sedikit dalam perjalanan banyak yang menjadi tersesat dan tidak sampai ke tujuan yang ditempuh.
Dalam konteks perjalanan iman itulah ada yang disebut disorientasi rohani. Kata disorientasi ini berarti orang yang sebenarnya tahu tujuan, tapi karena satu dan lain hal akhirnya kehilangan arah. Kehilangan arah membuat kita bingung untuk menentukan langkah. Kekiri, kekanan, utara, selatan, timur, atau barat menjadi tidak jelas lagi.
Dari sisi lain, bangsa Israel berputar-putar di padang gurun bukan tidak tahu tujuan tapi Tuhan memang membawa mereka berputar sehingga terjadi pertobatan hati (Ul 8:2). Untuk menentukan arah mereka dipimpin tiang awan dan tiang api.
TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. (Kel 13:21)
Jadi apabila Tuhan berjalan didepan, maka tidak akan ada disorientasi rohani. Biarpun harus mengembara 40 tahun di padang gurun, tapi arah kehidupan itu tetap jelas. Kebalikannya, tanpa pimpinan dan tuntunanNya maka kita akan kehilangan arah dan menjadi bingung.
***
Bagaimana kita bisa kehilangan arah? Pertanyaan ini yang harus direnungkan bersama. Dengan mengetahui penyebabnya, kita akan mampu mengobati ketidakjelasan arah hidup kita.
Pemazmur mengatakan bahwa Firman Tuhan itu pelita bagi kaki kita, dan terang bagi jalan kita (Maz 119:105). Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup, kita tidak bisa berdasarkan hanya kepada common sense, tapi apa kata Firman itu yang paling benar. Dan pasti Firman itu make sense.
Dengan belajar dari tokoh-tokoh di Alkitab, dan nasihat-nasihat dari ayat Firman bisa diformulakan prinsip-prinsip kehidupan untuk masalah-masalah tertentu. Inilah yang disebut berteologi. Dan dalam konteks berteologi, mempelajari soal arah, tujuan, maksud, dan akhir bisa dikategorikan teleologi.
Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan teologis soal tujuan (Wikipidia, Lorens Bagus, Kamus Filsafat, 2000).
Tulisan ini tidak sedang membuat telaah detil dibidang teleologi. Tapi minimal memberikan minat kita untuk berfikir lebih mendalam akan arti kehidupan, sehingga kita hanya asal berjalan tanpa arah dan tujuan.
***
Kembali ke persoalan praktis soal disorientasi rohani yang bisa diartikan kerohanian yang kehilangan arah. Melalui survey sederhana, paling tidak 3 penekanan yang jelas dalam Alkitab tentang asal mula dari disorientasi rohani : keraguan (Yak 1:8, Maz 26:1, Mat 28:17, Yud 1:22), kepahitan (Ibr 12:25), ketakutan (Amsal 29:25).
Yang pertama, mengenai keraguan. Ketika kita mendua hati dan menjadi ragu-ragu akan tujuan dan panggilan, tiba-tiba untuk menentukan arah kehidupan menjadi sulit. Sebagai contoh, Indonesia Baru sebagai sebuah visi bersama mungkin masih kerinduan, tapi karena ragu-ragu maka menentukan langkah menjadi kabur.
Yakobus 1:8 mengatakan “Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.” Mendua hati (dispuchos, yunani) dalam bahasa inggris disebutkan double minded, punya dua pikiran. Orang-orang seperti ini menjadi tidak tahu arah yang harus dipilih, bingung, dan biasanya bertindak yang diluar norma komunitas.
Yang kedua, mengenai kepahitan. Ibrani 12:25 mengatakan “Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang. ”
Kasih Karunia (charis, yunani) adalah pusat, tujuan, maksud, sekaligus arti dalam kekristenan. Karena grace inilah kita mengerti, dan mata kita menjadi terbuka. Menjauhkan diri dari kasih karunia akan membuat kita semakin kehilangan arah. Dan penulis Ibrani mengatakan dari sinilah tumbuh akar yang pahit.
Jadi menarik digarisbawahi, berbeda dari pemikiran rasional biasa, kepahitan tidak muncul dari perbuatan orang lain. Tapi Firman membuka mata kita bahwa karena kita sendiri yang menjauhkan diri dari kasih karunia, maka tumbuhan kepahitan itu muncul.
Dan ketika kepahitan itu sudah tumbuh, untuk bisa mendengar tuntunan dan arahan dari Roh Kudus (Rom 8:14) akan semakin sulit. Dalam bahasa lain , kita sulit melihat kebaikan Tuhan dalam kondisi sakit hati, dan pahit.
Yang ketiga, mengenai ketakutan. Takut akan manusia akan mendatangkan jerat (Amsal 29:25). Intimidasi dari si jahat membuat kita tidak berani mengambil langkah yang pasti sesuatu direction yang Tuhan berikan. Dalam kasus ini, bukannya tidak tahu, tapi tidak berani.
Keberanian Ilahi ini yang membedakan Petrus sebelum dan sesudah Pentakosta (Kis 4:13). Roh Kudus memberikan keberanian supranatural, dan melalui korban Kristus kita diberi jalan masuk dan keberanian untuk masuk kedalam ruang maha kudusNya.
Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya. (Ef 3:12)
***
Ketika kita kehilangan arah kehidupan, dan menjadi tidak tenang dan merasa terintimidasi dalam perjalanan iman, ini waktunya kita kembali mengingat Kasih Karunia.
Kasih karunia akan membuat kita bergantung sepenuhnya kepada Roh Kudus yang terus akan memberikan arahan-arahan Ilahi sehingga kita menjadi seperti Yesus, dan melakukan pekerjaanNya (Yoh 16:13).
Jangan ragu, jangan pahit, dan jangan takut adalah tiga hal praktis yang bisa kita terus ingatkan diri sendiri untuk terus fokus kepada Salib Kristus. Dari Salib itulah kita mendapatkan kekuatan untuk percaya, untuk mengampuni, dan untuk berani.
Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah (I Ko 1:18)
Penulis : Hanny Setiawan
Sumber : IKRI