Mendahulukan Keluarga Dari Pelayanan, Apakah Alkitabiah?
BeritaMujizat.com – Keluarga – Pernyataan bahwa keluarga lebih penting dari pelayanan adalah pernyataan yang sering kita dengar dalam gereja, dan konseling-konseling. Pernyataan yang sepenuhnya bisa dimengerti, dan dipahami, karena kasus-kasus keluarga yang berantakan karena alasan “melayani Tuhan.”
Tapi sebagai orang yang percaya bahwa standard kebenaran kita bukan kasus, melainkan Firman Tuhan, kita harus terus mempertajam model hubungan antara keluarga – pelayanan, bisnis – keluarga – pelayanan, dan seterusnya.
Penajaman pemikiran hubungan antara keluarga – pelayanan ini penting, karena di lapangan muncul ektstrem yang lain akibat dari pemikiran “keluarga dulu.” Yaitu, keluarga menjadi berhala yang baru. Tiba-tiba semua yang berbau memikirkan orang lain, diletakkan, dan berkonsentrasi hanya kepada keluarga inti : suami, istri, anak, sampai kepada pekerjaan untuk memberi nafkah keluarga.
Teguran Tuhan kepada bangsa Israel melalui nabi Hagai patut menjadi dasar pemikiran untuk kita memperbaiki pemikiran hubungan antara keluarga – pelayanan.
Maka datanglah firman TUHAN dengan perantaraan nabi Hagai, bunyinya: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan? Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! (Hagai 1:3-4)
Terlihat jelas pesan Tuhan kepada keluarga-keluarga yang hanya memikirkan diri sendiri, tapi tidak memikikan membangun Bait Suci adalah penyebab utama pekerjaan Tuhan terbengkalai. Inilah ekstrem yang bisa terjadi apabila propaganda “keluarga dulu” tidak diimbangi dengan pemahaman Firman Tuhan yang seimbang.
Bahkan dalam Matius 10 yang konteks perikop adalah Yesus mengutus murid-murid, ada pesan khusus yang sangat keras. Pesan yang biasanya “diabaikan” dalam kotbah-kotbah, ataupun pelayanan yang berbasis keluarga karena terasa sangat keras.
Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. (Mat 10:34-35)
Keseimbangan adalah faktor penting dalam kita menghidupi sebuah prinsip. Karena manusia dan dunia sudah jatuh dalam dunia, prinsip-prinsip yang baik pun dapat digunakan untuk kepentingan si jahat. Seperti dalam Mat 4 ketika Yesus dicobai, si jahat menggunakan semua Firman Tuhan yang di-frame dalam narasi yang berbeda.
Lalu bagaimana? Dimana titik keseimbangan hubungan antara keluarga dan pelayanan? Untuk menjawab ini, kita kembali kepada narasi besar iman Kristen yang fundamental. Yaitu, kita manusia berdosa, diselamatkan oleh karya Yesus Kristus di kayu salib, menjadi ciptaan baru yang hidup dalam kehidupan yang baru sebagai keluarga kerajaan, untuk tujuan Kerajaan.
Dengan kata lain, kita sepakat bahwa Yesus sebagai penguasa tunggal, dan pusat kehidupan kita adalah prinsip utama yang bersifat absolut, mutlak, dan wajib. Semua prinsip yang lain harus diselaraskan dengan prinsip utama ini.
Dalam konteks tersebut, apapun yang menghalangi Yesus menjadi raja atas kehidupan kita adalah ilah-ilah lain. Dengan prinsip ini berarti baik keluarga maupun pelayanan bisa menjadi ilah dalam hidup kita. Artinya, kita cuma punya satu prioritas, yaitu Yesus Kristus. Yang lain dalam kehidupan kita harus diselaraskan. Tidak ada kompromi, dan negosiasi.
Konsep penyelarasan (kartakismos), dalam hal ini, lebih tepat daripada konsep prioritas. Dalam konsep prioritas kita membuat hirarki yang akhirnya menjadi roh agamawi sehingga lahirlah ekstrem-ekstrem kanan dan kiri. Sebaliknya, dalam konteks penyelarasan, baik pribadi, keluarga, pelayanan, sekolah, bisnis, hobby, dan yang lainnya semua harus dipusatkan kepada kehendakNya.
Konsep penyelarasan adalah konsep paralel, bukan serial seperti hirarki. Proses penyelarasan diri, keluarga, pelayanan, sampai bisnis adalalah proses seumur hidup kita berjalan bersama dengan Tuhan. Dengan mengkotakkan, saya keluarga dulu, saya pelayanan dulu, saya bisnis dulu, kita sudah mengkotakkan Yesus ke wilayah-wilayah tertentu dalam hidup kita.
Yesus Kristus sudah membeli kita dan harganya sudah lunas dibayar (I Kor 6:20), kita tidak punya hak lagi (Gal 2:20). Secara legal dia memiliki semua wilayah dalam hidup kita, yang bisa kita lakukan hanya percaya, berserah dan taat sepenuhnya. Justru dari ketaatan sepenuhnya inilah muncul sukacita dan damai sejahtera Ilahi yang sebenarnya. Tetapi ketika kita mencoba membuat pola sendiri, maka sukacita dan damai itu tidak akan ada.
Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman,tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. (Rom 14:17)
Keluarga, pelayanan, bisnis, sekolah, dan yang lain-lain akan kehilangan sukacita dan damai sejahtera ketika kebenaran bahwa Yesus adalah Raja dalam hidup kita diabaikan.
Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN! (Yosua 24:15)
Penulis : Hanny Setiawan