Poleksosbud

Apa Jadinya jika RUU Pesantren dan Pendidikan Agama Disahkan?


 

Infografis pasal kontroversi RUU yang mengatur Sekolah Minggu, diunduh dari http://manado.tribunnews.com

BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Persatuan Gereja Indonesia (PGI) baru saja mengeluarkan pernyataan sikap resmi atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren, yang didalamnya mengatur proses kegiatan sekolah minggu dan katekisasi. PGI menilai RUU tersebut perlu direvisi kembali karena ada beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya Gereja.

Pasal yang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya Gereja menurut PGI adalah pasal 69 dan 70. Menurut PGI dalam keterangan resminya, pasal 69 yang mengatur ketentuan jumlah peserta dan pasal 70 yang mengatur kegiatan sekolah minggu dan katekisasi harus mendapat izin resmi, tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya Gereja (sumber).

PGI menilai sekolah minggu dan kegiatan katekisasi adalah satu bagian dari pelayanan Gereja. Sebagai bentuk pelayanan, Gereja mempunyai hak untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut secara independen. Penetapan ketentuan jumlah peserta dan harus mendapat izin dari pemerintah dirasa merupakan kebijakan yang memberatkan Gereja.

Munculnya RUU Pesantren ini menjadi momen untuk Gereja lebih aktif mengawasi proses pembuatan hukum dan undang-undang terutama yang mengatur tentang Gereja. UU yang dibuat dan disahkan tentu dapat bersifat konta produktif terhadap Gereja, apabila UU tersebut tidak sesuai originalitas dan kepentingan Gereja.

Contohnya apabila RUU Pesantren ini disahkan, Gereja yang jumlah jemaat sedikit tentu tidak dapat melaksanakan kegiatan sekolah minggu dan katekisasi. Sekolah minggu dan katekisasi adalah bentuk pelayanan penting kepada generasi muda yang merupakan tiang utama Gereja.

Saat ini ada banyak sekali Gereja dengan jumlah jemaat yang sedikit, yang tersebar keseluruh pelosok negeri. Penerapan RUU Pesantren ini juga dikhawatirkan dapat untuk memunculkan intervensi berlebihan terhadap Gereja. Pengurusan izin terkait aktivitas dan kegiatan pelayanan internal tentu mempersempit peran dan fungsi Gereja.

Gereja seharusnya mempunyai kebebasan untuk mengatur aktivitas pelayanan tanpa adanya campur dan intervensi dari pihak manapun. Sebagai bentuk pelayanan, Gereja tentu dapat dan bahkan harus melaksanakan kegiatan sekolah minggu dan katekisasi tanpa menunggu jumlah peserta dan izin resmi dari pemerintah.

Sekolah minggu dan katekisasi tentu tidak dapat disamakan dengan pesantren atau lembaga pendidikan agama formal lainnya. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan para pemangku kepentingan yang bertugas membahas kelanjutan RUU Pesantren ini. Jangan sampe UU yang disahkan kemudian menghilangkan hal yang esensi dan penting untuk Gereja.

 

Penulis : GIlrandi ADP

 

 

 

Comments

Related Articles

Back to top button